Doa Kumayl
Foto: AhlulBayt News Agency

Suatu ketika, di Masjid Basrah (Iraq), Khalifah Ali bin Abi Thalib berkhotbah. Di antara nasihatnya adalah pentingnya melantunkan Doa Nabi Khidhir pada setiap 15 Sya’ban, atau tiap Kamis malam, atau kapan saja berkesempatan.

“Doa itu akan menghapus kejahatan dari hidup kalian,” katanya, “melenyapkan segala kedengkian dan menghilangkan penderitaan yang akan datang menimpa.”

Segera setelah Imam Ali selesai melafalkan untaian bait-bait doa yang dimaksudnya, orang-orang bubar pulang ke rumah masing-masing.

Kecuali seorang.

Didekatinya Sang Imam, bermohon, “Wahai Amirul Mu’minin, bolehkah kauajarkan doa itu kepadaku? Aku ingin tak hanya mendengarnya. Aku ingin doa itu menyebar di masyarakat, mewarnai hidup mereka—selamanya.”

Seorang itu adalah Kumayl bin Ziyad an-Nakha’i, dari Bani Nakha’ asal Yaman. Tiga puluhan tahun lalu, saat itu ia masih anak-anak, ia mengenal Imam Ali yang waktu itu diutus Nabi SAAW memimpin ekspedisi ke Yaman.((Al-Waqidi, Kitab Al-Maghazi))

Penduduk Yaman masa itu adalah orang-orang yang bangga dengan capaian peradaban dan keluhuran budaya mereka. Mereka sulit percaya, ada orang “barbar” dari pedalaman Arabia, wilayah terbelakang, mendatangi kota mereka menawarkan pencerahan. Sudah tentu mereka mencemooh dan merisaknya, bahkan melempari batu.

Imam Ali bergeming. Ia tahan 300-an pasukan berkuda yang menyertainya agar tidak bereaksi atau membalas dengan kekerasan. Amanat Nabi SAAW sebelum keberangkatan ekspedisi itu selalu diingatnya: jangan memaksa, orang berislam haruslah karena cinta.

“Berangkatlah dan jangan balik arah,” sabda Nabi, “Setiba kalian di kota mereka, jangan menyerang sampai mereka duluan menyerang; Jika mereka menyerang, jangan kalian melawan sampai mereka membunuh salah satu di antara kalian; Jika mereka membunuh seorang dari kalian, jangan melawan atau menyalahkan mereka, tapi tunjukkan kesabaran.

“Tanyalah mereka, ‘Bersediakah kalian bersaksi, bahwa Tuhan itu tunggal?’ Jika mereka menjawab ‘ya’, tanyakan: ‘Maukah kalian menegakkan shalat?’ Jika mereka bilang ‘ya’, tanyakan: ‘Bersediakah kalian mendermakan sebagian harta untuk menyantuni fakir miskin kalian?’ Jika mereka jawab ‘ya’, jangan menuntut lagi apa-apa. Demi Tuhan, semoga Ia membimbing manusia lewat tanganmu.”

Lambat laun masyarakat Yaman paham, berapa kali pun mereka merisak, mencaci, bahkan menyerang Ali, orang ini dan pasukannya selalu membalasnya dengan keluhuran budi. Karenanya banyak suku di Yaman yang kemudian beralih ke Islam: Kinda, Banu Nakha, Hamadan, Thaftan, dan lainnya. Di antara mereka terdapat nama-nama Malik al-Asytar, Hujr bin Adi, Uwais al-Qarani, yang kelak menjadi sahabat-sahabat setia Imam Ali—termasuk Kumayl bin Ziyad kecil.

“Imam Ali adalah alasan kami, orang Yaman, memeluk Islam. Saat itu usiaku masih sepuluh tahunan. Kalau bukan karenanya, tak ada orang Yaman yang beralih ke Islam,” kata Kumayl berpuluh tahun kemudian.

Mendengar permintaan Kumayl, Khalifah Ali menanggapi, “Semoga Tuhan melindungimu dari kejahatan musuh dan intrik-intrik para munafik. Kumayl, karena khidmat persahabatan dan pemahamanmu, kuanugerahkan kehormatan menjaga doa ini kepadamu.” Kumayl lalu mencatat doa itu.

Banyak orang di kemudian hari menyebut Doa Nabi Khidhir itu sebagai Doa Kumayl. Mereka menyandangkan nama Kumayl pada doa itu karena Kumayl-lah yang aktif memopulerkan doa itu di masyarakat.[]

Sila baca Doa Kumayl dengan terjemah Bahasa Indonesia di laman ini, atau versi tanpa terjemahan di sini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini